SAAT GUE DI RUMAH.
Gue nggak ngerti kenapa gue nggak suka sama yang namanya binatang.
Bukan benci loh ya tapinya, cuma nggak suka.
Beda gitu? Beda dong lah.
I mean, gue netral, terserah mereka mau hidup kayak gimana, asal mereka ga ganggu gue aja.
Kalau ganggu. . . Hmmh, jangan harap selamat gue jahilin.
Beda banget sama adek cowo gue a.k.a dhannang.
Dia tu pecinta segala binatang. Dia pernah melihara ikan, kelinci, binatang laut bercangkang yang gue nggak tahu namanya, dan sebagainya.
Bahkan kalau disuruh melihara kuda nil sesak napas juga dia mau.
Dan yang dia coba pelihara sekarang adalah ayam.
Yap, ayam.
Dulu gue nggak kayak gini. Gue masih polos dan menyayangi sesama makhluk Tuhan.
Waktu gue belum TK. Gue selalu nangis ngeliat cicak kecil sendirian di dinding.
Cicak yang selalu gue liat sebelum gue tidur dikelonin sama ibu.
DanyKecil: "Ibu, itu cicaknya kok sendiriian ya. Kok nggak sama ibunya?"
Ibu: "Iya, ibunya lagi nyari makan, sayang."
DanyKecil: "Terus anaknya ditinggal? Terus yang ngelonin anaknya siapa?"
Ibu: "Kalau cicak nggak dikelonin sama ibunya. Dia bobok sendiri"
Ngedenger keterangan itu gue galau. Terus gue nggak jadi bobok dan minta ibu gue nyariin tuh emak cicak.
Ibu gue bingung musti gimana. Gue nangis, mikirin nasib anak cicak yang nggak dikelonin sama emaknya.
Ibu selalu nyeritain itu ke adek2 gue. Gue jadi ngerasa nggak keren di mata adek2 gue gara2 itu.
Kalau masalah peliharaan,
Waktu SD dulu gue sama adek gue juga pernah dibeliin ayam warna warni yang masih kecil.
Gue piara tuh ayam, gue kasih makan, gue sayang2, tempat tinggalnya gue kasih selimut mungil lembut sama lampu biar anget.
Tiap pulang sekolah gue liat. Jadinya terbentuk ikatan batin gitu kali ya antara peliharaan sama pemiliknya.
Waktu dilepas dan dia mendeteksi keberadaan orang gitu dia nggak takut. Dia deket2.
Suatu hari dia dilepas dari peraduannya. Dia bisa hang out kemana aja dia mau termasuk ke area jemuran.
Waktu itu mendung dan ibu mau ngambil jemuran. Gue ngekor di belakang ibu sambil tralala trilili menikmati gerimis.
Nah ayam kecil gue yang masih kecil banget berlari kesana kesini. Ibu bawa jemuran banyak jadi pandangannya terhalang.
Dan. . . Tepat di depan mata gue. Ayam kecil gue itu, , , terinjak, sama ibu gue. . .
Gue bener2 nggak kuat ngetik kata yang barusan.
Bayangkan perasaan seorang anak kelas 2 SD melihat pemandangan setragis itu.
Gue nangis. Ibu minta maaf sama gue dan ngekuburin itu ayam yang kondisinya nggak bisa gue ceritain.
Berhari2 gue masih kebayang2, dan gue selalu nangis.
Mungkin gara2 itu, gue trauma.
Gue nggak mau punya peliharaan lagi.
Gue nggak mau terlalu menyayangi kalau pada akhirnya malah melukainya.
Rasanya, sakiiiit banget. . .
Oke, udah cukup lebay2nya.
Yang jelas itu jadi pengalaman pahit gue yang secara sadar atau enggak mempengaruhi psikis gue untuk bersikap ke binatang.
Nah, kembali ke topik ayam adek gue tadi.
Nakal2nya minta ampun. Mereka tu udah punya space sendiri untuk berinteraksi dengan sesamanya.
Dikasih kesempatan memperoleh penghidupan yang layak. Dikasih makan teratur sama adik gue, bahkan emak gue.
Tetep aja hiperaktif setengah mati. Kadang dia nyasar ke komunitas yang tidak seharusnya. Ya, komunitas kami.
Gue suka sebel kalau udah sampai deket2 rumah dan buang hajat di deket pintu.
Gue uber2 tuh ayam sambil teriak2 seriosa (ini beneran loh). Paling2 ntar gantian diteriakkin ibu.
"Dany, jangan dikejar2 nanti ayamnya stress!!!"
Tetep aja gue kejar2, paling nggak biar dia kapok dan tau atittude dikit lah numpang di tempat orang.
Siang itu gue abis dari tempat jemuran dan cuci tangan di deket sumur yang udah nggak kepakai.
Eh, tiba2 ada ayam nyasar di deket gue. Gue bilang "huss" sekali.
Dia panik gara2 denger suara berkarakter punya gue dan memory otaknya memutar adegan apa yang pernah terjadi kali ya.
Dia naik ke bibir sumur.
Gue matung. Nggak bergerak sama sekali.
Gue takutnya, kalau gue salah langkah dikit aja akibatnya fatal.
Udah aja gue diem. . .
Entah dia tetap merasa terintimidasi atau gimana, dia inisiatif ngepak2in sayapnya. Buat terbang ke sisi lain.
Tapi naas, nggak sampai dan akhirnya jatuh ke sumur yang tak bertepi.
Gue panik, gue nggak berani ngeliat ke dalam sumur. Gue bilang sama ibu. . .
Dan hal memalukan terjadi lagi, gue nangis.
Gue ngerasa gue pembunuhnya.
Gue ngebunuh makhluk tak berdosa.
Berdosa sih sebenernya karena mendzalimi pemiliknya. Tapi karena tak berakal, yaudah deh, tak berdosa. . .
Sampe seharian ini gue masih kebayang kepakan2 sayap terakhirnya.
Gue sedih. Gue nggak nafsu makan.
Oke, bilang gue lebay. . . Tapi emang gitu (nggak nafsu makannya, bukan lebaynya). =p
gue cuma bisa berdoa, semoga dia diterima di sisinya . Paling nggak, sekarang udah nggak ada yang uber2 dia lagi.
May, you rest in peace, little bandit. . . ^^
Footnote: Hope a nightmare cannot catch me this night.
Regards,
Dany
Under my red blanket (20.45)